Nama : Misbahul Ulum
NIM : 120210302002
FASISME
A. Sejarah Fasisme
Dalam sejarah politik kontemporer, kita mengenal berbagai macam ideologi
politik yang pada akhirnya mempengaruhi perkembangan sosial-politik didunia
terutama terjadi pasca Perang Dunia II sampai sekarang ini. Sebelum Perang
Dunia II kekuasaan pemerintahan di wilayah Eropa didominasi oleh raja-raja
monarchi-feodal yang mempertahankan kerajaan-kerajaan mereka sebagai milik
pribadi sementara itu di wilayah lain seperti benua Asia, Afrika dan Eropa
sebagai daerah koloni dari bangsa-bangsa Eropa. Salah satunya adalah fasisme.
Apa sebenarnya fasisme, dan bagaimana latar belakang fasisme?. Fasisme
merupakan paham politik ideologi yang diambil dari bahasa Italia, “fascio”
atau dari bahasa Latin yaitu “fascis” yang artinya seikat tangkai kayu.
Ikatan kayu tersebut ditengahnya terdapat kapak. Pada masa Kerajaan Romawi
fascis merupakan symbol dari kekuasaan pejabat pemerintah. Dalam pengertian
modern, fasisme merupakan sebuah paham politik yang mengagungkan kekuasaan
absolud tanpa demokrasi. Dalam pahan fasisime, nasionalisme sebagai ideology
pendorong utama namun bersifat ultra- nasionalisme atau semangat nasionalisme
yang berlebihan.
Sebenarnya, fasisme merupakan gaya politik dan pemerintahan daripada ideology
sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama. Paham ini merupakan tipe
nasionalisme yang romantis dengan segala symbol dan kemegahan upacara untuk
mencapai kebesaran bangsa dan negara (Ramlan Surbakti,1992:38). Untuk mencapai
tujuan dari fasisme, harus ada sosok kharismatik dalam memimpin bangsa dan
negara. Tokoh kharismatik tersebut sebagai symbol kebesaran negara dan didukung
masa atau rakyat yang fanatik terhadap pemimpin tersebut.
Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dengan pemimpinnya Mussolini,
sementara di Jerman sebuah paham yang dihubungkan dengan fasisime yaitu nazisme
pimpinan Adolf Hitler. Nazisme tidak menekankan pada ultra-nasionalsme saja
namun juga rasialisme dan rasisme yang sangat kuat. Pada masa Perang Dunia II,
fasisme dan nazisme memberi gambaran yang sangat mengerikan tentang
kaganasan dan ketidakmanusiaan.
Istilah fasisme pertama kali muncul pada masa Perang Dunia I, tepatnya pada
tahun 1919 saat berdirinya gerakan Fasis Italia dan selanjutnya paham
kediktatoran fasisme dirubah lebih moderat. Sementara itu, gagasan fasisme yang
lebih sempit dan radikal diterapkan oleh Adolf Hitler dengan paham
nasionalis-sosialis atau Nazisme. Nazisme menganut ideolgi campuran antara
fanatisme ras dan pragmatisme (Roger Eatwell,2004:248).
Secara umum yang dianggap dan mewakili fasisme adalah Fasisme di Italia
pada jaman Mussolini dan Nazisme Jerman , dimana ideology tersebut sebagai
penyebab utama meletusnya Perang Dunia II tahun 1939-1945. Fasisme digunakan
untuk mengacu pada fasisme di Italia, sedangkan Nazisme digunakan untuk
menyebut fasisme di Jerman pada masa Adolf Hitler. Namun pada perkembangannya
kekuasaan sebuah rezim di belahan dunia dianggap sebagai fasisme juga seperti
Pemerintahan Jepang pada Perang Dunia II,kediktatoran Spanyol pada masa
Jenderal Franco (1939-1975), Pemerintahan Peron di Argentina(1943-1955),
Pemerintahan Jenderal Augusto Pinochet di Chike (1973-1988) dan yang mutakhir
rezim Sadam Husein di Irak yang akhirnya pemerintahan Sadam Husein ditumbangkan
oleh Amerika Serikat.
Meski fasisme dianggap sebagai gaya politik namun sebenarnya juga sebagai
sebuah ideology. Fasisme dan Nazisme pada umumnya terdapat 7 gagasan dasar,
yang terdiri dari (Lymant Tower Sargent,1986:182):
- Irrasionalisme. Fasisme menolak penerapan dan teori ilmu pengetahuan dalam mengatasi masalah-masalah sosial dan cenderung pada penggunaan mitos. Anggapan dasarnya bahwa manusia bukanlah mahluk rasional. Mereka tidak perlu bermusyawarah namun hanya dapat dipimpin dan dimanipulasi. Untuk memanipulasi sebuah informasi perlu dengan kebencian terhadap etnis, suku bangsa ataupun budaya bangsa lain. Tekanan pada nazisme terpusat pada mitos tentang darah (rasisme) dan tanah (nasionalisme) serta penggunaan kekerasan sebagai bagian dari kehidupan dalam penyelesaian masalah. Hal ini dapat dicontohkan ketika Hitler memerintahkan membunuh bangsa Yahudi dalam Perang Dunia II sebagai cara untuk menjaga pemurnian ras bangsa Arya (Jerman).
- Darwinisme Sosial. Darwinisme Sosial merupakan sebutan yang secara umum diberikan kepada teori-teori sosial yang memandang kehidupan sebagai perjuangan hidup lebih lama dalam spesies atau antar spesies.
- Nasinalisme. Dalam fasisme dan nazisme, nasionalisme mengandung arti yang berbeda dalam arti tertentu. Bangsa merupakan unit penting terhadap siapa kaum fasis berhubungan sedangkan bagi kaum nazisme, ras merupakan masalah utama sedangkan masalah bangsa sebagai hal kedua.
- Negara. Negara merupakan sarana atau wadah yang digunakan untuk mempersatukan bangsa dan kebangsaan serta ras. Bangsa atau penduduk sebagai “organisasi hidup” untuk menggantikan negara. Konsep negara ini menekankan kelangsungan hidup seluruh masyarakat dari generasi ke generasi.
- Prinsip Kepemimpinan. Negara adalah mekanisme untuk menjalankan kepercayaan-kepercayaan fasis dan berproses di atas prinsip kepemimpinan. Dalam prinsip kepemimpinan menyatakan bahwa bawahan secara mutlak tunduk pada atasan. Hierarki kepemimpinan bersifat tunggal dan mutlak. Dalam prakteknya nanti dijumpai pemimpin kharismatik, yaitu pemimpin yang dapat menarik masyarakat dengan menggunakan kekuatan kepribadiannya.
- Rasisme. Bagian penting Sosialisme-Nasionalisme atau Nazisme adalah masalah rasisme. Perang Dunia II di Eropa yang dimulai dari ketokohan Hitler di Jerman mengumandangkan keunggulan ras Jerman sebagai faktor keunggulan dibanding ras lain di dunia.
- Antikomunis. Salah satu aspek ideology fasisme diterima dan didukung masyarakat atau rakyat di suatu negara adalah sikapnya yang antikomunis. Fasisme tumbuh dan hidup dengan sikap yang tegas terhadap komunis. Kaum komunispun menyadari jika cirri fasisme antara lain antikomunis. Namun sikap fasisme tidak hanya antikomunisme tetapi juga antirasional, anti intelektual dan antimodern.
Faktanya, sekarang ini status fasisme diseluruh dunia mengalami pasang
surut. Gerakan yang dipelopori Mussolini dan Hitler pada pasca Perang Dunia I
sulit untuk berkembang. Gerakan ini hanya dapat tumbuh jika terdapat kondisi
dan situasi yang mendukung seperti ketidaktentraman, ketidakpuasan dan tuntutan
terhadap tata tertib atau tatanan sosial yang ada. Meskipun demikian sampai
sekarang di dunia terdapat system atau bentuk pemerintahan yang mendapat
inspirasi dari metode-metode fasisme.
B. Fasisme di Indonesia
Indonesia Dalam Bayang-Bayang
Fasisme :
“Keacuhan
Pemerintah Terhadap Kemiskinan, Merupakan Bentuk Fasisme Gaya Baru di
Indonesia”
Fasisme adalah sebuah
paham atau ajaran tentang pengaturan suatu sistem pemerintahan dan masyarakat
secara totaliter oleh suatu kediktatoran partai-tunggal yang sangat nasionalis,
rasialis, militeris, dan imperialis. Kalau komunisme adalah suatu bentuk
pemberontakan besar totaliter yang pertama pada abad ke-20, fasisme sendiri
adalah pemberontakan kedua. Didaratan Eropa, pada tahun 1922 Italia menjadi
negara pertama yang menganut paham fasisme dengan Benito Mussolini sebaagai
pemimpin gerakannya. Setelah itu disusul oleh Jerman pada tahun 1933 yang
sangat terkenal dengan kelompok NAZInya yang dipimpin oleh Adolf Hitler dengan
sangat luar biasa dan Spanyol pada tahun 1939. Jika kita lihat dari sejarahnya,
paham fasisme lebih berkembang di negara-negara yang memiliki teknologi yang
cukup bagus dan mengalami industrialisasi yang cukup berkembang. Apabila
komunisme untuk sebagian besar adalah hasil dari masyarakat-masyarakat
pra-demokrasi dan pra-industri, maka fasisme adalah sebuah paham yang lahir
setelah ada demokrasi dan industrialisasi.
Adapun unsur-unsur utama
dari fasisme itu sendiri yang pertama adalah ketidakpercayaan akan pertimbangan
akal, artinya paham fasisme adalah paham yang memiliki nilai dogmatis yang
sangat kuat dari pemimpinnya. Kemudian yang kedua adalah penyangkalan terhadap
persamaan manusia pada dasarnya, yaitu sikap yang sama-sama dipunyai oleh
gerakan-gerakan dan negara-negara fasis. Artinya mereka beranggapan bahwa
antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya itu berbeda, dan
menengaskan bahwa ketidaksamaan adalah suatu bentuk cita-cita. Contohnya adalah
derajat antara laki-laki dan perempuan, demikian juga serdadu-serdadu lebih
tinggi derajatnya ketimbang masyarakat sipil atau orang biasa, dan lain
sebagainya. Yang ketiga adalah kode tingkah lakunya berdasarkan dusta dan
kekerasan, artinya dalam upaya mencapai kekuasaan dan kemenangan, sah hukumnya
untuk kemudian menerapkan dusta dan juga kekerasan. Selanjutnya adalah
pemerintahan oleh golongan terpilih, ini didasarkan pada falsafah Plato yang
menyatakan bahwa raja-raja atau pujangga (philosopher-king)lah
yang cocok untuk memerintah suatu masayarakat. Kemudian sistemnya yang
totaliter dalam mengolah suatu pemerintahan. Yang keenam adalah rasialisme dan
imperialism, dan yang terakhir yang menjadi cirri utama dari paham fasisme ini
adalah oposisi terhadap undang-undang dan aturan-aturan internasional.
Di Indonesia sendiri,
paham atau ajaran akan fasisme tidak begitu setenar yang ada di kawasan Eropa.
Artinya penerapan dari ajaran fasis itu sendiri hanya diimplementasikan
disektor-sektor tertentu saja. Contoh penerapan fasisme yang nyata di Indonesia
adalah ketika rezim Orde Baru yang sangat totaliter memimpin negeri ini dengan
Jendral Soeharto sebagai ujung tombaknya. Masa dimana ketika industrialisasi
sedang gencar-gencarnya dilakukan ditiap-tiap daerah dan kekuasaan yang
sifatnya sentralistis. Namun, yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah
paham atau ajaran fasisme ini telah mati setelah Era Reformasi mulai bergulir
di Indonesia ?
Seperti kita ketahui
bersama, bahwa semenjak jatuhnya rezim yang sangat totaliter dibawah pimpinan
Presiden Soeharto, seakan-akan demokrasi di Indonesia telah membuka pintu
gerbangnya kearah demokrasi yang lebih terbuka dan adil yang mampu untuk
mensejahterakan rakyatnya untuk kehidupan yang lebih lagi. Namun, pada
kenyataannya adalah tidak sama sekali!. Artinya, karena kebebasan yang mungkin
terlalu bebas semakin membuat demokrasi kita menjadi demokrasi yang cacat dan
berujung pada pragmatisme dalam melakukan perjuangan. Politik sektarianisme
sangatlah kental diterapkan dinegara kita saat ini, bagaimana distribusi
kekuasaan yang harusnya memang mengalir dan dinamis dalam tubuh masyarakat,
sekarang hanya menjadi distribusi yang berporos pada kerabat, teman dekat, atau
bahkan keluarga. Disinilah yang kemudian memunculkan paradigma kepentingan
rakyat yang bergeser pada kepentingan golongan atau pribadi yang tentunya
berimbas pada kesejahteraan rakyat yang kurang merata.
Salah satu bukti kegagalan
demokrasi masa reformasi ini adalah masih banyaknya masyarakat kita yang miskin
dan tidak perpendidikan. Ini bisa dibuktikan dengan Indeks Pertumbuhan Manusia
(IPM) kita yang masih berada dibawah 100 negara lainnya, bahkan Singapura
maupun Malaysia. Dan iitu juga dibuktikan dengan pendapatan perkapita kita yang
hanya 4.200 (dollar AS) dari 245,6 juta jiwa penduduk yang ada (Kompas:16
November 2011). Ini telah membuktikan bahwa negara kita adalah termasuk negara
yang miskin didunia. Meskipun tingkat PDB kita mengalami peningkatan menjadi
6,1 persen, namun itu hanyalah berdasarkan akumulasi data dari hasil inflasi
yang notabennya adalah hasil dari investasi asing yang masuk ke negara kita.
Ini tidak lain adalah
akibat dari adanya sistem ekonomi kita yang cenderung bergerak kearah
neoliberalisme. Sehingga itu yang kemudian membuat rakyat atau masyarakat kita
semakin sengsara akibat banyaknya perusahan MNC yang masuk dan mulai menguasai
pasar yang ada di Indonesia. Dan imbasnya adalah kemiskinan yang semakin
merajalela dan kesejahteraan hidup masyarakat yang terbelakang menjadi sangat
jauh dari apa yang dicita-citakan dalam butir pancasila. Inilah yang
memunculkan stigma bahwa pemerintahpun seolah sudah tidak peduli terhadap
permasalahan kemiskinan yang ada di Indonesia. Begitu kuatnya intervensi dari
pihak asing yang membuat pemerintah sendiri dalam menetapkan segala bentuk
kebijakannya cenderung merugikan rakyat kecil. Pembangunan sejumlah mall di
daerah-daerah subur, beras yang banyak mengimpor dari negara lain,
ladang-ladang persawahan yang mulai disulap menjadi villa ataupun perumahan,
dan masih banyak lagi contoh kebijakan atau penataan sejumlah daerah yang
terkesan sangat tidak memperhatikan kelanjutan dari masa depan Indonesia.
Memang, klaim dari
pemerintahan mengenai berkurangnya penduduk yang hidupnya dibawah garis
kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang meningkat sangatlah santer diberitakan.
Namun pada kenyataannya, kesenjangan sosial antara kaum pemilik modal dengan
para pekerja atau buruh sangatlah signifikan. Sekali lagi, inilah bukti dari
kegagalan pemerintah terhadap masalah belenggu kemiskinan yang melanda
Indonesia sejak dulu. Dan disinilah letak justifikasi terhadap bagaimana
demokrasi yang berjalan di Indonesia cenderung berbau nilai-nilai fasisme.
Tidak ada kebijakan yang mengarah pada rasio keadilan, kesenjangan sosial
antara kaum kaya dan miskin yang semakin melebar, dan politik yang cenderung
mengarah pada demokrasi sektarianis inilah yang menunjukkan adanya fasisme gaya
baru yang mulai merongrong dan memasuki sistem ataupun dinamika sosial di
negara kita.
Maka dari itu, pembenahan-pembenahan
harus segera dilakukan, baik itu dari pemerintah, maupun masyarakatnya sendiri.
Dari pemerintah misalnya, bagaimana pemerintah harus selalu mengutamakan
kepentingan rakyat ketimbang mengadakan perjanjian dengan pihak-pihak asing
yang notabennya itu adalah suatu bentuk imperialisme gaya baru didunia saat
ini. Pun juga dengan masalah politis dalam dinamika demokrasi, artinya
pragmatisme dalam mencari kekuasaan harus segera ditinggalkan dan mulailah
kembali kearah perjuangan nilai-nilai yang mungkin selama ini mulai tergerus
oleh rakusnya sifat yang cenderung hanya untuk berkuasa dan menghasilkan
prestise sesaat. Dan untuk masyarakatnya sendiri, yaitu harus ada yang namanya
perubahan paradigma berpikir dalam diri masyarakat. Artinya deliberasi publik
sangatlah dibutuhkan untuk kemudian ikut melakukan kontrol terhadap kebijakan
yang akan maupun telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan begitu, demokrasi
yang memang benar-benar matang dan sesuai dengan asas demokratisnya akan datang
sendiri pada kita, yang berujung pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar